Materi Politik dan Hukum
Tes Kompetensi Dasar - Wawasan Kebangsaan
Ujian CPNS 2014
Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide
bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih
kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa
yang terlalu banyak. Contoh negara yang menerapkan pemisahan kekuasaan ini
adalah Amerika Serikat.
Seorang
pemikir Inggris John Locke-lah yang pertama mengenalkan istilah trias politica
ini ke dunia. John Locke membagi kekuasaan menjadi dua yaitu Eksekutif dan
Legislatif. Kemudian konsep ini disempurnakan oleh filsuf Prancis Baron de Montesquieu
dengan menambahkan kekuasaan yudikatif sebagai perimbangan kekuasaan. Pemisahan
kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak
ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif,
eksekutif dan yudikatif.
Indonesia
tidak menganut trias politica, namun semangat untuk membagi-bagi kekuasaan
tersebut jelas termaktub di dalam UUD. Untuk menjalankan fungsi-fungsi
eksekutif, yudikatif dan legislatif, dibuatlah badan-badan kenegaraan yang disebut
Lembaga-Lembaga Negara.
Sebelum
perubahan UUD 1945 lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR
adalah lembaga tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya
seperti presiden, DPR, BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Sementara
itu menurut hasil perubahan UUD,
lembaga-lembaga negara yang
terdapat dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
(1)
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
(2)
Presiden
(3) Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
(4) Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)
(5) Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
(6) Mahkamah
Agung (MA)
(7)
Mahkamah Konstitusi (MK)
Secara
institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri
sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam
menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau
terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD
1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan
perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada
jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan
diantara badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
A. Sebelum Perubahan
- MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat,
mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil
Presiden serta mengubah UUD
- Presiden, yang berkedudukan
dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam
beberapa jenis:
- Kekuasaan
penyelenggaran pemerintahan;
- Kekuasaan
didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;
- Kekuasaan
dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti,
abolisi dan rehabilitasi;
- Kekuasaan
dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
- DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai
kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama
Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
- DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat
Presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan
berhak mengajukan usul kepada pemerintah
- BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai
kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil
pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
- MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang
didalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan
pemerintah.
B. Setelah Perubahan
- MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya
dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK,
BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung
melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan
keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui
pemilu.
- DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai
kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR
hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan
RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah,
Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
- DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi
bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang
diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat
kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh
masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan
ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
- BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan
negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum,
berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi,
mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen
yang bersangkutan ke dalam BPK.
- Presiden, Membatasi beberapa
kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan
kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode
saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus
memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme
pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung
oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden
dalam masa jabatannya.
- Mahkamah Agung, Lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang
menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24
ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer
dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang
yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan
lain-lain.
- Mahkamah Konstitusi, Keberadaannya
dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the
constitution). Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus
sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut
UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing
oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,
sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu
yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar
itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut.
Hubungan–hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak
bersifat timbal balik hanya sepihak atau searah saja.
(dari berbagai sumber)
materidansoalcpns.blogspot.com
materisoalcpns.wordpress.com
No comments:
Post a Comment